Minggu, 20 Maret 2011

tanggapan untuk elfizonanwar

YANG pertama sekali hendaklah kita ketahui bahwa Nabi Muhammad s.a.w. tidaklah meninggalkan anak laki-laki. Anaknya yang laki-laki yaitu Qasim, Thaher, Thaib, dan Ibrahim meninggal di waktu kecil belaka. Sebagai seorang manusia berperasaan halus, beliau ingin mendapat anak laki-laki yang akan menyambung keturunan (nasab) beliau. Beliau hanya mempunyai anak-anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum dan Fathimah. Zainab memberinya seorang cucu perempuan. Itupun meninggal dalam sarat menyusu. Ruqayyah dan Ummu Kaltsum mati muda. Keduanya isteri Usman bin Affan, meninggal Ruqayyah berganti Ummu Kaltsum (ganti tikar). Ketiga anak perempuan inipun meninggal dahulu dari beliau.
Hanya Fathimah yang meninggal kemudian dari beliau dan hanya dia pula yang memberi beliau cucu laki-laki. Suami Fathimah adalah Ali Bin Abi Thalib. Abu Thalib adalah abang dari ayah Nabi dan yang mengasuh Nabi sejak usia 8 tahun. Cucu laki-laki itu adalah Hasan dan Husain. Maka dapatlah kita merasakan, Nabi sebagai seorang manusia mengharapkan anak-anak Fathimah inilah yang menyambung turunannya. Sebab itu sangatlah kasih sayang dan cinta beliau kepada cucu-cucu ini. Pernah beliau sedang ruku' si cucu masuk ke dalam kedua celah kakinya. Pernah sedang beliau sujud si cucu berkuda ke atas punggungnya. Pernah sedang beliau Khutbah, si cucu duduk ketingkat pertama tangga mimbar.
Al-Tarmidzi merawikan dari Usamah bin Zaid bahwa dia (Usamah) pernah melihat Hasan dan Husain berpeluk diatas kedua paha beliau. Lalu beliau s.a.w. berkata: "Kedua anak ini adalah anakku, anak dari anak perempuanku. Ya Tuhan. Aku sayang kepada keduanya".
* Lihat majalah tengah-bulanan "PANJI MASYARAKAT" No. 169/tahun ke-XVII – 15 Februari 1975 (=4 Shafar 1395 H.), halaman 37-38.
Dan diriwayatkan oleh Bukhari dan Abi Bakrah bahwa Nabi pernah pula berkata tentang Hasan: "Anakku ini adalah SAYYID (Tuan); moga-moga Allah akan mendamaikan tersebab dia diantara dua golongan kaum Muslimin yang berselisih".
Nubuwat beliau itu tepat. Karena pada tahun 60 hijriah Hasan menyerahkan kekuasaan kepada Mu'awiyah, karena tidak suka melihat darah kaum Muslimin tertumpah. Sehingga tahun 60 itu dinamai "Tahun Persatuan". Pernah pula beliau berkata: "kedua anakku adalah SAYYID (Tuan) dari pemuda-pemuda di syurga kelak".
Barangkali ada yang bertanya: "Kalau begitu jelas bahwa Hasan dan Husain adalah cucunya, mengapa dikatakan anaknya?"
Ini adalah pemakaian bahasan pada orang Arab, atau bangsa-bangsa Semit. Didalam Al-Qur'an surat ke-12 (Yusuf) ayat 6 disebutkan bahwa Nabi Ya'kub mengharap moga-moga Allah menyempurnakan ni'matnya kepada puteranya Yusuf," sebagaimana telah disempurnakan-Nya ni'mat itu kepada kedua bapamu sebelumnya, yaitu Ibrahim dan Ishak". – Pada hal yang bapa, atau ayah dari Yusuf adalah Ya'kub. Ishak adalah neneknya dan Ibrahim adalah nenek ayaknya. Diayat 28 Yusuf berkata: "Bapa-bapaku Ibrahim dan Ishak dan Ya'kub". Artinya nenek-nenek moyang disebut bapa dan cucu cicit disebut anak-anak. Menghormati keinginan Nabi yang demikian, maka seluruh ummat Muhammad menghormat mereka. Tidakpun beliau anjurkan, namun kaum Quraisy umumnya dan Bani Hasyim dan keturunan Hasan dan Husain mendapat kehormatan istimewanya di hati kaum Muslimin.
BAGI ahlis-sunnah hormat dan penghargaan itu biasa saja. Keturunan Hasan dan Husain di panggilkan orang SAYYID; kalau untuk banyak SADAT. Sebab Nabi mengatakan "kedua anakku ini menjadi SAYYID (Tuan) dari pemuda-pemuda di syurga". Disetengah negri di sebut SYARIF, yang berarti orang mulia atau orang berbangsa; kalau banyak ASYRAF. Yang hormat berlebih-lebihan, sampai mengatakan keturunan Hasan dan Husain itu tidak pernah berdosa, dan kalau berbuat dosa segera diampuni Allah adalah ajaran (dari suatu aliran – Penulis) kaum Syi'ah yang berlebih¬lebihan. Apatah lagi di dalam Al-Qur'an, surat ke-33 "Al-Ahzab", ayat 30, Tuhan memperingatkan kepada isteri-isteri Nabi bahwa kalau mereka berbuat jahat, dosanya berlipat ganda dari dosa orang kebanyakan. Kalau begitu peringatan Tuhan kepada isteri¬isteri Nabi, niscaya demikian pula kepada mereka yang dianggap keturunanya.
MENJAWAB pertanyaan tentang benarkah Habib Ali Kwitang dan Habib Tanggul keturunan Rasulullah s.a.w.? Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan-keturunan Hasan dan Husain itu datang ke tanah air kita ini, sejak dari semenanjung Tanah Melayu, Kepulauan Indonesia dan Pilipina. Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam diseluruh Nusantara ini. Penyebar Islam dan pembangun Kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang diperanakkan di Aceh. Syarif Kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Sesudah pupus keturunan laki-laki dari Iskandar Muda Mahkota Alam pernah Bangsa Sayid dari keluarga Jamalullail jadi Raja di Aceh. Negri Pontianak pernah diperintah Bangsa Sayid Al-Qadri. Siak oleh keluarga bangsa Sayid bin Syahab. Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa Sayid Jamalullail. Yang Dipertuan Agung III Malaysia Sayid Putera adalah Raja Perlis. Gubernur Serawak yang sekarang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang ialah dari keluarga Alaydrus. Kedudukan mereka di negeri ini yang turun temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka berdiam. Kebanyakan mereka menjadi Ulama. Mereka datang dari Hadramautdari keturunan Isa Al-Muhajir dan Faqih Al-Muqaddam. Mereka datang kemari dari berbagai keluarga. Yang banyak kita kenal adalah keluarga Alatas, Assagaf, Alkaf, Bafagih, Balfagih, Alaydrus, bin Syekh Abubakar, Alhabsyi, AlHaddad, bin Smith, bin Syahab, Alqadri, Jamalullail, Assiry, Al-Aidid, Al Jufri, Albar, Almussawa, Ghathmir, bin Aqil, Alhadi, Basyaiban, Bazar'ah, Bamakhramah, Ba'abud, Syaikhan, Azh-Zhahir, bin Yahya, dan lain-lain. Yang menurut keterangan Sayid Muhammad bin Abdurrahman bin Syahab telah berkembang jadi 199 keluarga besar. Semuanya adalah dari 'Ubaidillah Bin Ahmad Bin Isa Al-Muhajir. Ahmad Bin Isa Al-Muhajir Illallah inilah yang berpindah dari Basrah ke Hadhramaut. Lanjutan silsilahnya ialah Ahmad Bin Isa Al-Muhajir Bin Muhammad Al-Naqib bin 'Ali Al-Aridh Bin Ja'far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir Bin Ali Zainal Abidin Bin Husain As-Sibthi Bin Ali Bin Abi Thalib. As-Sabthi artinya cucu, karena Husain adalah anak Fathimah binti Rasulullah s.a.w.
Sesungguhnya yang terbanyak adalah keturunan Husain dari Hadhramaut itu, ada juga keturunan Hasan yang datang dari Hejaz, keturunan Syarif-syarif Mekkah Abi Numay, tapi tidak sebanyak dari Hadhramaut. Selain dipanggil Tuan Sayid, mereka dipanggil juga HABIB, di Jakarta dipanggilkan WAN. Di Sarawak dan Sabah disebut Tuanku. Di Pariaman (Sumatera Barat) disebut SIDI. Mereka telah tersebar diseluruh dunia. Di negeri-negeri besar sebagai Mesir, Baghdad, Syam dan lain-lain mereka adakan NAQIB, yaitu yang bertugas mencatat dan mendaftarkan keturunan-keturunan itu. Di saat sekarang umumnya telah mencapai 36-37-38 silsilah sampai ke Sayidina Ali dan Fathimah.
DALAM pergolakan aliran lama dan aliran baru di Indonesia, pihak Al-Irsyad yang menantang dominasi kaum Baalwi menganjurkan agar yang bukan keturunan Hasan dan Husain memakai juga titel Sayid dimuka namanya. Gerakan ini sampai menjadi panas. Tetapi setelah keturunan Arab Indonesia bersatu, tidak pilih keturunan 'Alawy atau bukan, dengan pimpinan A.R. Baswedan, mereka anjurkan menghilangkan perselisihan dan masing-masing memanggil temannya dengan "Al-Akh", artinya Saudara.
Maka baik Habib Tanggul di Jawa Timur dan Almarhum Habib Ali Kwitang Jakarta, memanglah mereka keturunan dari Ahmad Bin Isa Al-Muhajir yang berpindah dari Bashrah ke Hadramaut itu, dan Ahmad Bin Isa tersebut adalah cucu tingkat ke-6 dari cucu Rasulullah Husain Bin Ali Bin Abi Thalib itu. Kepada keturunan-keturunan itu semuanya kita berlaku hormat, dan cinta, yaitu hormat dan cintanya orang Islam yang cerdas, yang tahu harga diri. Sehingga tidak diperbodoh oleh orang-orang yang menyalah gunakan keturunannya itu. Dan mengingat juga akan sabda Rasulullah s.a.w.: "Janganlah sampai orang lain datang kepadaku dengan amalnya, sedang kamu datang kepadaku dengan membawa nasab dan keturunan kamu". Dan pesan beliau pula kepada puteri kesayangannya, Fathimah Al-Batul, ibu dari cucu-cucu itu: "Hai Fathimah binti Muhammad. Beramallah kesayanganku. Tidaklah dapat aku, ayahmu menolongmu di hadapan Allah sedikitpun". Dan pernah beliau bersabda: "Walau anak kandungku sendiri, Fathimah, jika dia mencuri aku potong juga tangannya".
Sebab itu kita ulangilah seruan dari salah seorang ulama besar Alawy yang telah wafat di Jakarta ini, yaitu Sayid Muhammad Bin Abdurrahman Bin Syahab, agar generasi-generasi yang datang kemudian dari turunan 'Alawy memegang teguh Agama Islam, menjaga pusaka nenek-moyang, jangan sampai tenggelam kedalam peradaban Barat. Seruan beliau itupun akan tetap memelihara kecintaan dan hormat Ummat Muhammad kepada mereka.-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar